Udah dua kali gue nerima undangan
pernikahan temen, dan udah dua kali juga gue dateng kesana sendirian, iya gue
sendirian, gue belum punya partner buat nemenin hadir di acara itu, gue lemah,
gue galau tapi tetep masih ganteng. Sebenarnya gue bahagia, teman-teman gue
udah naik ke pelaminan, gue juga bahagia temen-temen yang belum naik pelaminan
udah punya pasangannya masing-masing (pacar). Tapi gue percaya, temen-temen
yang lagi sama (pacar)nya selalu mikir hal yang sama dengan gue, “Kapan gue
bisa sama orang yang tepat buat duduk disana, di bangku panjang dan mengenakan
kostum pernikahan pada umumnya.” Tapi terkadang kita hanya bisa berharap,
berharap dan terus berharap kepada orang yang kita pikir tadinya tepat menjadi
orang yang tidak cocok lagi.
Entah hanya gue yang berpikir
seperti ini atau kalian pernah juga memikirkan hal yang sama dengan gue, kalau
pernikahan itu adalah ajang pamer partner (pacar). Seorang teman pernah
menghadiri acara pernikahaan temen lainnya, dia bela-belain bawa cewek yang
katanya itu adalah (partner), tapi setelah beberapa menit sampai pada acara
itu, wanita yang katanya partner (pacar) itu pulang dengan orang lain, dengan
laki-laki lain. Dan dengan mudahnya mereka saling melempar senyum palsu ketika
perpisahaan itu.
Gue cuma bisa senyum bingung
ngelihat adegan itu, ada teman lain yang ngebawa partner (pacar) untuk show off sama mantan, lagi-lagi gue cuma
bisa senyum bingung. Seharusnya nggak seperti itu, mau kita dateng dengan
siapapun nanti, percaya deh mempelai dalam hatinya akan mendoakan kita
mendapatkan seseorang yang cocok, hingga akhirnya akan seperti dia nantinya.
Buat gue sendiri ada hal yang sering gue takuti ketika hadir di acara
pernikahan itu, selalu pertanyaan-pertanyaan klise yang ngebuat gue selalu
mikir panjang.
ini gue lagi nunggu jodoh :') |
- Jadi lo
kapan nyusulnya win?
Pertanyaan ini
selalu dan sering terdengar oleh gue, bukan hanya pada acara pernikahan aja,
gue pernah seorang temen nanyak sama gue, “Jadi, lo gimana win? Masih belum
bisa move on sama samping kuburan, gue aja udah ganti pacar tiga kali.” Dia
bilang gitu sambil nari tor-tor di tengah lapangan futsal. Dan lagi-lagi gue
cuma bisa beranalogi, “Nyari pacar itu kayak nyari sepatu, kalau nggak pas ya
nggak enak rasanya.” Gue membalas dengan bijak. “Alibi, dasar jomblo ngenes!
Dan gue cuma bisa ngegeltikin dia sampe koma.
- Dateng
sama siapa win?
Pertanyaan ini
adalah pertanyaan yang paling kampret, dan akan menjadi kampret kalau yang
nanyak udah tahu siapa orang yang akan diberikan pertanyaan ini, kayak gue
waktu itu. Seorang teman yang udah tahu gue single selama dua tahun dan
sehari-hari sendirian kalau pergi kemana-mana kecuali mandi, dia bertanya
dengan polos seperti bayi yang kurang asupan gizi. “Win, kesini sama siapa? Oh
sendiri, pantes jomblo sih!” katanya sambil terkekeh. “FAKYU!!” gue cuma bisa
bales kata itu sambil menghela napas panjang.
Dan dua hal itu akan mewakili
pertanyaan-pertanyaan lainnya hingga gue akan terpojokan di sudut ruang sempit,
seperti sedang di interogasi oleh cowok setengah cewek yang sering ada di
salon-salon. Dua hal itu emang klise banget, tapi entah kenapa selalu ngebuat
orang yang denger kalimat itu akan terus mikir dan mikir dan terus mikir lagi,
sampai dia bener-bener mikir kalau dua pertanyaan itu penting banget. Kadang
kita bisa menerima sesuatu hal itu dengan baik dan kemudian dilupakan gitu aja,
kadang pula kita hanya berhenti dan memikirkan sesuatu itu, nggak bisa
memutuskan harus jalan maju atau mundur.
2 Komentar
Hai salam kenal :)
BalasHapusBaca ini gue spt berkaca pd diri gue sendiri. Haha
Yang penting biar sendiri kitanya bahagia. Mari kita berpikir kalo Tuhan lg nyiapin jodoh yg tepat buat kita,jd kita jg hrs menyiapkan diri spy jodoh kita nanti ngerasa tepat berkomitmen sm kita :)
*apalah artinya ini* ^^
Ditunggu kunjungan baliknya
Iya, tapi jodoh nggak dateng sendiri. Mesti action juga :)
Hapus