Tadi malam bukan malam yang biasa
buat gue, pertama: gue kehujanan ketika hendak pulang dari daerah puncak,
kedua: ban motor gue bocor di jalan yang biasa gue lewati, ketiga: gue dapet
tukang tambal ban yang mengecewakan, terakhir keempat: gue bolos kerja
gara-gara motor kempes lagi bannya di pagi-pagi buta.
Rentetan kejadian di atas ngebuat
gue menghela napas panjang banget. Terlebih kondisi gue udah capek dan ditambah
dengan kejadian antiklimaks itu. Hal ini berawal ketika gue mengantarkan seorang
teman di daerah Cakung, dalam perjalanan baik-baik aja-tapi pas gue akan menuju
arah Bekasi, kejanggalan pun terjadi. Jalanan itu sudah biasa gue lewati, gue
sering banget ngelewati jalan itu-karena memang itu adalah jalur
berangkat-pulang kerja, dan selama ini nggak ada masalah apa-apa. Tapi tadi
malam ada sedikit masalah, gue memacu motor diatas 60km/jam entah kenapa
tiba-tiba ban belakang gue rasanya nggak enak, kalau kata orang jawa “mletot-mletot
mlakune” Sadar kalau ban belakang ada masalah, gue meminggirkan motor, gue
turun dan melihat ban yang sudah kempes dengan cantik. Setelah gue cek, ternyata
ada paku yang menembus hingga 5cm. Gue masih berpikir positif dengan kejadian
itu.
Setelah mencabut paku itu dari
ban, gue menuntun motor hingga 200m, di depan sana tampak ada sebuah bengkel
kecil yang di sisi depan ada tabung gas compressor berwarna orange. Gue
memparkirkan tepat di depan bengkel itu.
“Bang, nambal, ban belakang.” Kata
gue sedari menunjuk ke arah ban belakang kepada seorang montir yang masih sibuk
mengganti ban dalam bagian belakang seorang konsumen.
Montir itu hanya melihat gue
sekilas dan melihat motor gue, setelah itu dia masih melanjutkan pekerjaannya.
Lalu gue mencari tempat duduk kosong untuk menunggu antrean, sambil menunggu
gue memperhatikan cara montir itu memasang ban dalam yang sedang dia kerjakan.
Tapi entah kenapa gue ngerasa montir ini terlalu kasar memperlakukan
pekerjaannya, kenapa gue bisa bilang kasar: Jawabanya sederhana, montir itu membuka
ban belakang dengan melumuri air sabun ke seluruh ban yang akan di eksekusi dan
menggunakan satu kunci congkel yang biasa untuk mencongkel ban. Cara kerjanya
adalah dengan mencongkel sekali dan menarik ban dalam motor dengan paksa.
Selesai.
Padahal yang gue tahu tentang
perbengkelan sederhana ini, kita harus menggunakan kunci congkel ban minimal
dua atau maksimal tiga, kenapa gue bisa bilang begitu. Karena dulu gue pernah nanyak sama bokap gue, kalau tata cara menambal ban yang benar harus
menggunakan dua-tiga kunci congkel agar hasilnya maksimal dan tidak terkesan
kasar.
Lalu gue masih berpikir positif
lagi, mungkin ini teknik baru biar cepet kerjanya.
Beberapa menit kemudian, si
montir sudah selesai memasang ban belakang motor itu dan si konsumen yang sudah
menunggu sebelum gue dateng menanyakan masalah biayanya.
“Berapa bang?” tanya konsumen
yang ada di sebelah gue sedari beranjak berdiri dan membuka dompet berwarna merah
muda.
“Lima puluh lima ribu.” Balas si
montir mantap.
“Ha?” si konsumen seperti
terserang budeg mendadak, atau dalam bahasa ilmiahnya tuli.
“Ban dalemnya yang bagus bu.” Jelas
si montir.
Dengan raut wajah bingung dan
sedikit ragu dengan penjelasan si montir, si konsumen memberikan pecahan uang
lima puluh ribuan dan selembar sepuluh ribuan dengan wajah yang masih ragu dan terkesan nggak percaya dengan harga yang tidak wajar itu.
Dengan langkah berat, si konsumen
meninggalkan bengkel.
Setelah itu, giliran motor gue
yang akan di eksekusi. Teknik membuka ban dalamnya masih sama, yaitu dengan
melumuri air sabun dan menggunakan satu kunci congkel. Teknik ini cenderung
sangat kasar untuk gue, tapi gue tetap berpikir yang positif. Beberapa detik
kemudian ban dalam bagian belakang berhasil di keluarkan, gue beranjak bangkit
dari bangku tunggu, mendekati motor dan mendapatkan, voila. Ban dalamnya robek,
alhasil saat itu juga gue harus mengganti ban dalam dengan yang baru. Dan
kejanggalan ini pun semakin melayang-layang di pikiran gue, nggak biasanya kena paku ban bisa robek, kecuali kena paku tapi dipaksain buat jalan terus.
foto mahasantri |
Beberapa saat kemudian ada
bapak-bapak mendorong motor maticnya dengan wajah kusut, memberhentikan tepat
di depan bengkel dan memberikan instruksi kepada si montir untuk mengecek ban
belakang yang kempes. Lagi-lagi montir hanya melempar pandangan sebentar tanpa
senyum sumringah.
“Ban dalem berapa bang?” gue
bertanya seolah orang awam, tapi sebenarnya gue tahu sedikit tentang harga ban dalam dipasaran.
“Lima puluh lima sama masang.” Balas
dia singkat.
“Ha?” gue syok, jantung gue
hampir loncat keluar mendapati jawaban yang hampir sama seperti si konsumen
sebelumnya.
“Ban dalemnya aja berapa?” gue
bertanya lagi.
“Lima puluh.” Ujar dia enteng.
“Lima puluh?” gue mengulang
nominal itu. Setelah berpikir pendek, gue mengiyakan untuk diganti ban
dalamnya. “Yaudah, ganti.” Gue berkata ketus dengan perasaan yang masih berat.
foto spesial |
Lima menit setelah si montir
mencoba mengganti ban dalam dengan yang baru, ada seorang pasutri mendorong
motornya, lagi-lagi parkir tepat di sebelah motor si bapak-bapak yang
sebelumnya sudah parkir duluan, problem yang sama. Ban belakang mereka kempes.
Pikiran gue udah random, dalam jangka waktu yang singkat, udah ada lebih dari
tiga orang yang menambalkan ban motornya. Satu orang lagi pasti dapet piring,
gumam gue dalam hati.
Beberapa saat setelah gue
memikirkan hal itu, ada suara ledakan dari arah motor gue, ya betul
sekali-suara ledakan itu berasal dari ban baru yang dipasang oleh si montir,
kemudian semua orang yang ada di situ terdiam dan memandangi ban motor gue dan
si montir yang mengecewakan itu. Si bos bengkel membuka suara.
“Gimana sih lo, kekencengan itu
anginnya.” Kata si bos dari dalam bengkel.
“!@$(#!%*!#&%!@$*!@j” balas si montir nggak jelas.
Semua orang masih memperhatikan
si montir termasuk gue.
“Masih ada paku, di cek dulu.” Kata
si bos lagi sedari melemparkan ban baru ke arah si montir.
Si montir hanya membalas dengan senyum
jijik. Semua orang masih memperhatikan dia.
Dan benar saja, si montir yang
kecepetan alay ini nggak mengikuti prosedur yang benar cara menambal ban motor.
Kunci congkel lebih dari dua, membuka ban dengan pelan tapi pasti, mengecek
apakah masih ada paku atau tidak dan terakhir tidak ada sapa senyum. Semua itu tidak dia jalankan dengan benar.
Beberapa menit kemudian motor gue
sudah selesai, lalu gue beranjak menghampiri kasir, memberikan dengan berat
hati selembaran uang lima puluh ribuan dan selembar uang lima ribuan. Sangat
berat sekali gue memberikan uang itu. Yang gue tahu adalah, ban dalam ukuran
225 itu adalah di antara 25rb-40rb-dan itu pun dengan merek-merek ternama, tapi
ban yang satu ini nggak ada ternama-ternamanya. Gue ngelihat kotaknya aja nggak
pernah, tapi entah kenapa mahalnya naudzubila mindhalik. Gue rasa si montir
pengen cepet kaya mendadak.
Setelah mengecek ban yang baru di
ganti itu, gue pergi dan menikmati jalanan lagi menuju pulang ke rumah. Di
perjalanan gue menyimpulkan, jika malam ini gue sudah menjadi korban tebar paku
dan oknum yang menghancurkan harga pasaran ban dalam motor.
Sesampainya di rumah, gue
ngetweet:
Hindari
jalan cakung arah kranji, banyak ranjau paku. Cc: @TMCPoldaMetro @BekasiUrbanCity
Lalu tweet gue itu di retweet
oleh beberapa akun dan gue langsung di DM sama akun @TMCPoldaMetro
Terima
kasih infonya, Mas. Diteruskan ke Tim ranjau paku.
Gue lega, dan mungkin ini adalah
malam absurd buat gue, sebelum gue beranjak tidur, gue berpikir lagi kalau
kejadian malam ini udah kelar tapi jawaban itu terjawab ketika gue akan
menjemput bokap di stasiun, sekitar pukul tiga pagi gue bergegas menjemput
bokap yang sudah menunggu. Gue mengeluarkan motor dan langsung tancap gas, tapi
rasanya kok “mletot-mletot” lagi. Gue memastikan dengan turun dari motor dan
mengecek ban belakang. Voila, ban belakang yang baru di ganti beberapa jam yang
lalu sudah kempes lagi.
Karena gue buru-buru, akhirnya
gue minjem motor nyokap buat jemput bokap di stasiun. Dan paginya gue nggak bisa
kerja karena bengkel mulai buka di atas jam sepuluh, sedangkan jam kantor gue adalah
jam delapan. Motor nyokap nggak mungkin gue bawa kerja, karena beliau akan gunakan
untuk bekerja.
Satu jebakan yang ngebuat hari gue berantakan.
Buat gue-mau cari uang itu boleh
aja, tapi kalau caranya nggak halal jangan harap bisa hidup nyaman, gue hanya
bisa mendoakan agar oknum-oknum itu menyadari perbuatannya akan membuat orang
lain merugi dan berdampak buruk buat dirinya sendiri. Mungkin kalian agar hati-hati kalau melintasi
jalanan Cakung arah Kranji tepatnya di dekat ruko Ujung Menteng.
Terakhir, kalau kalian mau share
cerita bisa tambahin di komen box ya.
0 Komentar